Koyo Cabe Ukuran A4 - Part 17


Backsound : Keith Jarrett – One Day I’ll Fly Away, instrumental piano, enjoy !

Orang hidup dengan ingatan romantisme yang didapatnya dari sebuah cerita. Tidak jarang kita berharap mengalami adegan adegan romantis yang kita lihat dari film atau novel, semisal kita ingin bertemu pasangan di gedung tinggi atau kapal pesiar, mengungkapkan perasaan secara mendadak di tengah bioskop, atau mendonorkan organ seperti di film-film korea.

Bagi Saya, romantisme semacam itu terlalu muluk. Ingatan tentang adegan romantic yang selalu saya ingat adalah salah satu peristiwa dalam hidup Nabi Muhammad SAW dan Aisyah R.A. (bukan Raden Ajeng, Aisyah bukan orang Jawa, Radiyallahu Anhaa CMIWW) . Kisah ini saya dengar dari ustadz muda di lingkungan Saya saat kultum Tarawih saat saya masih kecil.

Satu ketika, di siang hari yang panas, Nabi Muhammad pulang ke rumah, Aisyah yang begitu tahu langsung menawari minuman. Kebiasaan keduanya makan dan minum dari satu wadah berdua. Setelah menyodorkan air gula yang diberi Aisyah, Nabi pun meminumnya, namun setelah meneguknya sekali, nabi melanjutkan minum air tersebut sampai habis. Aisyah tidak diberi bagiannya. Aisyah heran dan memaksa, “Kenapa Kamu berbuat seperti itu?”
Nabi tidak menjawab, Aisyah merebut gelas yang habis isinya tersebut, sambil menjilati tetes tetes air yang tersisa. Namun, betapa kaget Aisyah setelah mengetahui air tersebut asin, ternyata beliau salah memasukan gula, malah garam. Aisyah pun tersipu malu, pipinya merah (ini beneran wong rasul manggil Aisyah “khumaira” =”pipi yang kemerah-merahan”). Nabi hanya tersenyum.

Memori tentang cerita tersebut selalu menginspirasi dan mempengaruhi saya. Saya lebih menyenangi hal-hal kecil keseharian seperti ini, dibanding “surprise-surprise” bombastis dipenuhi kado dan bunga. Saya tidak selalu ingat bagaimana ultah-ultah saya dirayakan, tapi saya selalu ingat rasa kopi yang pertama kali disajikan Bila, rasanya dipijat penuh perhatian oleh Eng saat saya keseleo di Ciremai, atau ketika seorang yang tidak dikenal menawari sebatang rokok dengan seyum penuh keikhlsan.

Saya dan Eng turun di depan kampus UNDUR, mengambil motor, lalu pergi ke kosan Isan, untuk membahas rencana camping. Eng saya tinggalkan bersama Isan, Saya izin pergi dulu ke Antapani, ke rumah Eya. Sibuk sekali hari itu.

Gassss!!!!

Saya mengetuk pintu rumah Eya, pembantunya yang membuka pintu, Saya dipersilahkan masuk. Saya duduk di kursi yang paling dekat dengan pintu. Eya muncul dengan busana ala kadarnya, celana pendek dan kaos home AC Milan, tidak bernama dan tidak bernomor punggung.

“Hei..”, Eya kurang bergairah.

“Hei, ada apaan?”, Saya tidak banyak basa-basi. Isan dan Eng sudah menunggu.
Eya mengambil duduk di pinggir saya. Eya menanyakan perihal kurang responsifnya si YM kuning bulat unyu, Esyiahidayah, dan si GSM dalam membalas. Saya hanya jawab, sedang sibuk dengan UAS.

“Euuhhh … Jep, aku nolak Kang Iqbal..”, namun matanya berair. , hati saya dipenuhi tawa jahat ala Pepeng Saptahadi

“Kenapa? Kamu kan suka sama dia..”

“Iyah, Aku sayang banget, tapi kayanya aku gak tega sama Mia..Aku sih gak jawab nolak secara blak-blakan..aku hanya bilang, aku belum siap..”

“Ohhh..” seakan jerawat di dekat lubang anus saya pecah. Lega.

Masih terlihat raut kekecewaan atas penolakan yang dilakukannya sendiri. Tapi hari itu, saya liat raut mukanya menunjukan ketegaran, menunjukan secara implicit bahwa dia hanya menganggap Iqbal sekedar obsesi masa SMA yang hendak dilupakan. Sesekali dia bisa diajak bercanda. Titik inilah, yang meyakinkan Saya untuk mengajaknya ke Papandayan.

“papandayan yuk?? Nenangin pikiran..”,

“papandayan? Gunung? Kamping gitu?”

“iya semalem aja..bareng Eng sama Isan, yuk rame loh…”

“pengen sih, kalo diizinin papah mah hayu..”

“yaudah ntar kabar-kabari aja yah..”

“okeh secepatnya yah..”

Tidak lama Saya disana, sekitar sejam. Saya pulang, menuju daerah tubagus Ismail, kosan Isan. Di pertigaan supratman, saat lampu merah. Saya cek si GSM, 2 SMS dari Eya.

From : Eya

“Klo aku nyari yg baik, aku udah pacaran sama ustad muda pemilik LSM dan panti asuhan,,
kalo aku nyari yg tajir, aku pacaran ama engkoh yang punya lapak di BEC,,
kalo nyari yg humoris, aku skrg lagi ngedate sama komeng,,
aku cari yang nyaman, kamu tahu dimana..”

Belum sempat balas, lampu sudah hijau, lagian dia SMSnya tidak pake tanda tanya (?), retoris. Si kuda besi (campur plastik) dipacu. Bingung, kode macam apakah ini. Si Eya pernah ikut pelatihan kode rahasia dari Mossad dan CIA kah? Pedemeter saya tidak naik, saya tidak yakin Eya suka Saya.

--

Tiba di kosan Isan, Isan hanya mengenakan celana pendek, Eng tiduran. Mencurigakan.

“Lu pada abis latihan Aikido (baca: ngadu pedang) ?”

“anyeeeng, yakali si Eng selera gue, selera gue kan yang unyu unyu kaya Mat Solar”, Isan tidak terima.

“eh bro, ini jadinya siapa aja nih yang ke papandayan ?..”, Saya bertanya.

“ya kita aja ini..”, Isan menimpali.

“tambah si Bila”, Eng yang lagi tiduran menjawab santai.

“Bila? Diajak ku sia?” , saya kaget.

“enya watir, eweuh gawe libur.. bieu dichat na fb, daekeun”(Iya kasian, gak ada kerjaan liburan,, barusan di chat fb, udah mau).

Eng dengan segala kepolosannya. Camping papandayan yang semula berjudul “Papandayan Ceria”, mendadak menjadi “papandayan meletus”, padahal jelas ini acara Saya dan Eya, Eng dan Isan hanya figuran. Ada Bila, berabe. Mengejar dua kelinci sekaligus.

Ya sudahlah, mungkin juga Eya tidak diberi izin untuk ikut.

“Si Eya jadi ikut?” Isan bertanya. Kalau Eng yang nanya, udah Saya gantung tuh bocah sotoy.

“belom ngabarin, belum izin sama bokapnya..”

“oh iya , Si Eya baru inget..” Si Eng datar. Kamfrait. Lalu Eng bicara dengan santainya

“ya udin bro, si Bila dihandle dulu sama aa yah,,biar ade amri sama mahera woles”. Sambil “puk-puk”-in bahu Saya.

“koppploksssss…”

Piring dan gelas pun beterbangan. Isan jadi wasit.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koyo Cabe Ukuran A4 - Part 4

Koyo Cabe Ukuran A4 - Part 19

Koyo Cabe Ukuran A4 - Part 18